Postingan

Twenty Fourth Poem

Langit Februari Layaknya suasana langit Februari Awan gelap mengedipkan selongsong cahaya mentari Melembabkan nuansa bumi Lagi, pilunya rindu hampir menghitami hati Rerintik gerimis seolah abadi Petrikor semerbaki segala lini Pun suasana hati, hampa sekali anpa zikir pada ilahi Karena dosa-dosa masih digeluti Bagaimana jika tetiba mati Namun Dia belum ampuni Taubat tak dapat terealisasi Hingga dibakar NerakaNya berdaki-daki nanti Februari, kala Bandung tak tergenangi

Twenty Third Poem

Sedekat Tanya. Kala nanti, gulita. Sepekat bayangan, gelapnya. Menghitami sekitar buana. Pun hanya raga, satunya. Begitu besar kuasa khabarnya. Karena satu hingga tujuh atau berapa, Tidak realita untuk cengkrama. Sekitarnya atau belahan dunia mana. Wajar sudah tua. Muda tak ada yang pungkiri jua. Bahkan baru saja mengirup udara pula Selalu ada, merekat pada pundak seluruh sesiapa. Kenali dan tanyai perangainya, Tak ada negoisasi sifatnya. Mati, kematian kedua manusia inisialnya Bukan tempat bersandar rehat raga akhirnya Tapi mula, untuk bersua Dia di akhirat sana. Januari, kala mahalnya tiket Medan menuju Jakarta 2017

Twenty Second Poem

World of Campus Betapapun suasana langit itu Tentang cerah hangatnya Atau lembab hujannnya Tetap ku gegas membalas cakapnya Semesta deadline menghantui tidurku Tentang pemaparan teori-teori baru Kadang aku biru, kadang aku dungu, dimana catatanku? Tetap kugegas hingga abai sarapanku Semesta teori yang terkadang menyebalkan Selalu aku, selalu aku, kerjakan sendiri makalahmu itu kawan Terus-terusan, membebani otak, pun melamban, bosan Cih, bosan, haruskah ibuku dikecewakan? Jangan. Pun senyuman dosen yang dehemnya menggetar berantakkan Teori-teori basi   selalu disusupkan,   sial, aku salah jurusan Ini karena demi seruangan dengan gadis anggun yang menawan Oh tidak. Jangan. Bukan. Itu bukan tujuan. Apalagi niat mendekati mantan. Karena sedari awal, pendidikan tinggi bukan mainan Perawakan, pemikiran, bahkan diskusi kemerdekaan Walau lusuh, almamater tetaplah kebanggaan Kerjakan, semangat, doakan,   percayakan demi toga yang akan di

Twenty First Poem

POEMLess Wahai kehidupan, Entahlah beri aku secukupnya penalaran Agar aku bisa hempaskan Penat yang sebenarnya menghangatkan Karena aku adalah hujan Kadang sangat dinantikan Kadang sangat ingin dienyahkan Tidak apa tidak suka, berteduh saja Karena aku sedang bertemu   cinta Ingin aku bangun, bukan lagi jatuh ke dalamnya Rindu bekali-kali menikamnya Karena aku belum taqwa, dosa menggunung gila Karena aku adalah hujan Akan membuat kebasahan Meringkuk kedinginan Tidak apa tidak suka, berteduh saja Pohon berduri itu rindu namanya Berkali-kali aku ditimpanya Biarlah, biar kupeluk saja Ini nikmatNya, selalu kuadukan lagi padaNya Lhokseumawe, kala semilir angin menghiasi malam Oktober 2016

Twentieth Poem

H. O. P. E. (2) Tentang dia Yang merindukannya bagai menggenggam lava Kunikmati ini nikmatMu Pun jemariku sudah meleleh terbakarnya Semogaku ia tetap jelita cendikia, anggun akhlaqnya, sehat taatnya, dandan taqwanya, sendu sujudnya. Tentang dia, Ceritaku masih selalu tentang dia Karena aku percaya padaMu dan bersahaja Untuk keindahan rencanaMu, ini masih sejentik hadiahnya. Lhokseumawe, kala angin mengelabui senja September 2016